BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Teori
behavioristik Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap
lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Ciri
dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahllaku
adalah hasil belajar.
Banyak
teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang
ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi
banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog
Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah
pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori
belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain
seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt.
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada
hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang di inginkan.
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang
sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas
perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan
ceramah,tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi.
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme
mulai ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan
teori belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku.
Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun
teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun
mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori belajar
lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan
efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu pun teori belajar yang betul-betul
cocok untuk menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan
efektif.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1 Bagaimana
pembelajaran dalam pandangan Behaviorisme?
1.2.2 Bagaimana teori-teori behaviorisme menurut tokoh-tokoh
behaviorisme?
1.3
Tujuan
Untuk memahami bagaimana belajar dalam
pandangan behaviorisme,serta untuk memahami teori-teori behaviorisme menurut
tokoh-tokoh behaviorisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Belajar Dalam Pandangan Behaviorisme
Teori belajar menyatakan hukum-hukum
atau prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar. Teori-teori belajar menerangkan tentang apa yang terjadi
selama, siswa belajar. Patrick (Gredler 1991) mengemukakan bahwa terdapat empat
fungsi umum teori, yang juga berlaku untuk teori belajar, yakni :
1. Berguna sebagai kerangka kerja untuk melakukan penelitian
2. Memberikan suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian
butir-butir informasi tertentu
3. Dapat mengungkapkan kekompleksan peristiwa-peristiwa yang
kelihatannya sederhana
4. Mengorganisasikan kembali pemngalaman-pengalaman
sebelumnya.
Pemikiran tentang
belajar telah lama menjadi perhatian para ahli,tetapi baru mendapat rumusan
secara jelas pada jaman scholastik.penelitian tentang belajar kemudian
dilakukan oleh para ahli psikologi daya dan diteruskan oleh ahli psikologi
asosiasi. Para ahli tersebut mengemukakan rumusan tentang belajar dengan
cara-cara yang bersifa spekulatif, tidak di dasarkan pada pandangan empiris.
Dari sudut pandang
behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
berdasarkan paradigma stimulus - respons (S-R), yaitu suatu proses yang
memberikan respons tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses
S-R terdiri dari empat unsur. Pertama, dorongan (drive). Siswa merasakan adanya
kebutuhan terhadap sesuatu dan kemudian terdorong untuk berupaya memenuhi
kebutuhan tersebut. Kedua, rangsangan (stimulus), yaitu sesuatu yang diberikan
atau diperhadapkan kepada siswa. Ketiga, respons yakni suatu reaksi yang muncul
pada diri siswa sebagai akibat adanya (diberikannya) stimulus. Dan ke empat
penguatan (reinforcement), yaitu tindakan yang perlu diberikan kepada siswa
agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi.
Behaviorisme menekankan pada hasil
belajar (berupa perubahan tingkah laku), dan tidak memperhatikan pada proses
berfikir siswa (karena tidak dapat dilihat). Oleh karena itu, Galloway (1976),
menganggap proses belajar menurut behaviorisme sebagai suatu proses yang
bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi didalam
diri siswa selama belajar berlangsung.
Dalam teori
behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan
nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.
Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional
atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”
(Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah
laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil
belajar.
2.2
Teori-Teori Behaviorisme Menurut Tokoh
2.2.1
Teori
Pengkondisian Klasikal Menurut Pavlov
Ivan Petrowitsj Pavlov (1849-1936) adalah seorang ahli fisiologi rusia.
Sejak tahun 1890 dia mengajarkan farmakologi dan kemudian fisisologi pada
universitety leningrad di rusia. Buku-bukunya yang terkenal diantaranya
experimental psychology and psychopathology in animal (1903), dan conditional
reflexes (1927). Pavlov memperkenalkan teorinya yang dikenal dengan nama
pengkondisian klasikal (clasical conditioning). Teori ini dikembangkan melalui
eksperimen Pavlov, dkk dengan menggunakan seekor anjing yang telah dioperasi
pipinya sehingga bagian kelenjar liurnya dapat dilihat dari kulit luarnya.
Sebuah kapsul dipasang dipipinya untuk mengukur aliran liurnya.
Laboratorium diatur
sedemikian rupa sehingga bubuk daging dapat diisi pada panci dihadapan anjing
tersebut dengan remote control. Pengeluaran air liur direkam secara otomatis.
Pada tahap awal (sebelum pengkondisian), lampu dinyalakan. Anjing terlihat
bergerak sedikit tetapi tidak mengeluarkan air liur. Kemudian kepada anjing
tersebut diberikan serbuk daging dan sambil makan terlihat air liur anjing
tersebut keluar. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi (ST) dan air
liur disebut respons tidak terkondisi (RT). Terjadinya respons ini bukan karena
proses belajar tetapi karena insting anjing.
Tahap berikutnya
sebelum memberikan serbuk daging, lampu dinyalakan. Dengan mengulangi kondisi
ini berulang kali terlihat bahwa pada saat lampu dinyalakan dan dilanjutkan
dengan pemberian serbuk daging, air liur anjing tetap keluar. Selanjutnya, pada
percobaan berikutnya lampu dinyalakan tetapi serbuk daging tidak diberikan.
Ternyata bahwa air liur anjing tetap keluar. Cahaya yang semula merupakan
stimulus netral, sekarang berubah menjadi stimulus terkondisi (SD), dan respons
yang ditimbulkan disebut respons terkondisi (RD).
Melalui eksperimen
ini pavlov, dkk menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku.
Suatu stimulus tidak terkondisi (ST) akan mengakibatkan munculnya respons tidak
terkondisi (RT).
ST RT
Beberapa hukum yang
berkaitan dengan teori classical conditioning dari Pavlov (atkinson, et al,
1997) adalah sebagai berikut :
a.
Pemerolehan
Pemberian stimulus
yang tidak terkondisi (ST) bersama-sama dengan stimulus terkondisi (SD) disebut
percobaan (Trial) dan periode selama organisme belajar mengasosiasikan kedua
stimuli disebut sebagai ”pemerolehan pengkondisian” (acquisition stage of
conditioning). Intrval waktu penyajian ST dan SD dapat saja berbeda. Melalui
penyajian ST dan SD ini akan mengakibatkan terbentuknya respons terkondisi
(RD). Dengan terbentuknya RD yang memang diharapkan maka dapat dikatakan bahwa
seseorang telah belajar. Pembentukan RD ini pada umumnya bersifat gradual.
Makin banyak (sering) diberikan ST dan SD akan mengakibatkan RD yang terbentuk
makin mantap, sampai pada suatu saat tanpa diberikan ST, tetap akan terbentuk
RD yang diharapkan
b.
Pemunahan
(extinction).
Bila perilaku
terkondisi tidak diteruskan atau bila stimulus terkondisi berulang-ulang tidak
diberikan, maka respons terkondisi kadarnya makin menurun dan akhirnya dapat
menghilang sama sekali. Pengulangan stimulus terkondisi tanpa penguatan
stimulus tidak terkondisi ini disebut sebagai pemunahan (extinction), yakni
proses hilangnya respons yang diharapkan. Jika diberikan ST kembali maka RD
yang telah hilang dapat muncul kembali (spontaneous recovery) dalam waktu yang
relative singkat.
c.
Generalisasi
(generalization)
Bila respons
terkondisi (RD) di peroleh sebagai tanggapan atas suatu stimulus tertentu, maka
stimulus lain yang sejenis (serupa), akan menyebabkan terjadinya RD tersebut.
Makin serupastimulus baru tersebut dengan stimulus aslinya, makin tinggipula
terjadinya RD tersebut. Prinip ini disibut sebagai generalisasi
(generalization). Prinsip ini menerangkan akan adanya kemampuan untuk bereaksi
pada situasi baru sepanjang satimulus serupa dengan stimulus yang dikenal.
Volvoka psikolog
rusia memberikan contoh menarik tentang pengkondisian semantik dan
generalisasi. Volvoka melakukan modifikasi percobaan pavlov pada anak-anak.
ST-nya berupa sari buah ”cranberry”yang di berikan k mulut anak melalui
’chute’; responsnya berliur. SD-nya berupa kata rusia yang bararti ’baik’ yang
di ucapkan peneliti dengan keras. Setelah pengkondisian terjadi,peneliti
menguji generalisasi dengan mengucapkan beberapa kalimat yang dapat di
tafsirkan sebagai sesuatu yang berkonotasi ’baik’ dan beberapa kalimat yang
tidak. Volvoka menemukan bahwa anak-anak akan berliur jika mengucapkan kalimat
seperti ”pionir itu membantu kawannya”, dan ”leningrat adalah kota yang indah”.
Tetapi mereka tidak berliur bila mendengar ”murid itu kurang ajar pada
gurunya”, dan ”teman saya sakit parah” (atkinson, dkk,1997).
d. Diskriminasi (Discrimination)
Generalisasi
merupakan reaksi atas stimulus yang sejenis (serupa). Sebaliknya diskriminasi
merupakan reaksi terhadap stimulus yang berbeda. Menurut Morgan,et al. (1986),
diskriminasi stimuli merupakan suatu proses belajar untuk meberikan respons
terhadap suatu stimulus tertentu atau tidak memberikan respons sama sekali
terhadap stimulus lain. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memberikan ST lain.
Generalisasi dan
diskriminasi muncul dalamn perilaku sehari-hari. Anak kecil yang merasa takut
pada anjing yang galak, akan memberikan respons yang takut pada semua anjing
(generalisasi). Lambsat laun melalui proses penguatan dan peniadaan
diferensial, rentang stimulus rasa takut semakin menyempit, hanya pada anjing
yang berperilaku galak (diskriminasi).
2.2.2
Teori
Konektionisme Menurut Thorndike
Beberapa buku yang terkenal dari Edward
Lee Thorndike (1874-1949) adalah animal intellegence (1898),educational
psychology (1912), human learning (1931), dan fundamental of learning (1932). Thorndike merupakan guru besar pertama di dunia dalam
bidang psikologi pendidikan. Ia menamakan dirinya sebagai sebagai behaviorist,
tetapi karena behavirismenya dilunakkan, beberapa behaviorist radikal tidak
mengakuinya sebagai pengikut aliran behaviorisme.
Dalam sejumlah
eksperimen, Thorendike menempatkan kucing-kucing dalam kotak teka-teki atau
kotak masalah (problem box). Kucing yang beberapa hari lamanya tidak di beri
makan ditempatkan dalam problem box. Kotak tyersebut di beri pintu yang telah
diu sediakan tersebut. Makanan di letakan di luar kotak agar setiap kucing
berusaha keluar dari kotaknya untuk memperoleh makanan. Segera aetelah kucing
melihat makanan tersebut, ia mulai mencoba-coba lari kesana-kemari, memanjat
kurungan, mencakar, menggigit kotak,menjulur kaki dan kepala melalui ruji-ruji
kotak, dan sebagainya. Thorndike mengamati bahwa setelah selang waktu tertentu,
kucing-kucing tersebut dapat mempelajari cara mengeluarkan diri lebih cepat
dari kotaknya. Mereka mengulangi perilaku yang efektif dan tidak mengulangi
perilaku yang tidak efektif.
Thorndike juga
melakukan eksperimen dengan menggunakan kera. Thorndike meletakan kotok yang
berisi pisang dalam kurungan. Untuk dapat mengambil pisang tersebut, kera harus
terlebih dahulu mencabut paku penjepit kawat. Pada percobaannya yang pertama,
kera membutuhkan waktu 36 menit untuk mencabut paku penjepit kawat. Tetapi pada
percobaan kedua, ternyata hanya di butuhkan waktu 2 menit 30 detik.
Thorndike
menerangkan perilaku kucing dan kera tersebut secara mekanistis. Jika suatu
reaksi berhasil maka hubungan di antara reaksi tersebut dengan kondisi yang
memberikan rangsangan akan di perkuat. Asosiasi-asosiasi yang berhubungan
dengan reaksi-reaksi yang gagal makin lama makin lemah, yakni reaksi yang gagal
tersebut tidak muncul lagi.
Thorndike
mengemukakan teorinya yang di sebut sebagai koneksionisma (Connectionism). Menurut
teori ini, belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung pada
prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi
tersebut menutut Thorndike berdasarkan hukum-hukum sebagai berikut :
a. Hukum
kesiapan (law of readiness)
Hukum ini menjelaskan kesiapan individu
untuk melakukan sesuatu. Ciri-ciri berlakunya hukum kesiapan adalah sebagai
berikut :
Ø Misalnya seseorang memiliki kecenderungan bertindak.
Orang tersebut bertindak, maka akan menimbulkan kepuasan, dan tindakan lain
tidak di lakukan.
Ø Misalkan seseorang tidak memiliki kecenderungan
bertindak. Orang tersebut tidak bertindak, maka akan muncul rasa tidak puas,
dan ia akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk menghapus rasa tidak
puasnya.
Ø Misalkan seseorang tidak mempunyai kecenderungan
bertindak, tetapi orang tersebut bertindak, maka akan muncul rasa tidak puas,
dan ia akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk menghapus rasa tidak
puasnya.
Menurut hukum ini,
keberhasilan individu dalam melaksanakan sesuatu sangat tergantung pada
kesiapannya.belajar akan berhasil jika siswa telah siap dalam belajar.
b. Hukum
Latihan (law of exercises)
Hukum ini
menunjukan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Bila S diberikan
akan trerjadi R. Lebih sering asosiasi S dan R di gunakan akan membuat hubungan
yang terajadi semakin kuat. Sebaliknya makin jarang asosiasi S dan R digunakan,
akan membuat hujbungan tersebut makin lemah. Thorndike juga mengemukakan bahwa
latihan yang berupa pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif. Asosiasi antara S
dan R hanya akan menjadi kuat jika di berikan ganjaran.
c. Hukum pengaruh (law of effect)
Menurut
hukum ini, dalam suatu lingkungan,jika suatu tindakan (perilaku) menghasilkan perubahan yang memuaskan, maka terdapat
kemungkinan tindakan tersebut akan diulangi lagi dalam situasi serupa dan akan
semakin meningkat intensititasnya. Tetapi jika tindakan (perilaku) tersebut
menghasilkan perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan tersebut kemungkinan
tidak diulangi lagi.
Ganjaran dan
hukuman berkaitan dengan hukum pengaruh ini. Ganjaran merupakan suatu yang
diperoleh siswa atas keberhasilan atau usaha yang dilakukannya. Misalnya, nilai
baik yang diperoleh pada hasil tesnya. Sedangkan hukuman berkaitan dengan
sesuatu yang diperoleh siswa sebagai akibat dari kegagalan atau pelanggaran
yang dilakukan. Misalnya, nilai jelek atau teguran kepada siswa atas hasil tesnya.
Menurut thorndike, hukuman tidak selalu melemahkan hubungan S-R, dan juga tidak
mempunyai akibat yang berlawanan dengan ganjaran.
Menurut Hudoyo
(1988), jika S dan R terjadi serentak, maka hubungan ini disebut sebagai
kontingusi. Ganjaran menjadi penguat, jika rasa puas mengiringi respons siswa.
Disamping itu juga ada kecenderungan meningkatkan R dan hal ini dapat
memudahkan dan memperlancar cara belajar serta mengubah tingkah laku. Misalnya
ucapan seperti : ”bagus”, ”benar”, dan sebagainya merupakan penguatan.
Respons-respon yang diperkuat akan berorientasi dengan stimulus secara kuat,
sedangkan respons-respons yang tidak diperkuat akan berkurang asosiasinya
dengan stimulus berikutnya.
2.2.3
Teori
Operant Conditioning Menurut B.F Skinner
Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar,
dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi asumsi psikologi pada
umumnya, bahkan menjadi merupakan asumsi semua pendekatan ilmiah.
Tingkah
laku itu mengikuti hukum tertentu (behavior ofl awful). Ilmu adalah usaha untuk
menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara
teratur dengan peristiwa lain.
Tingkah
laku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya
menjelaskan, tetapi juga meramalkan. Bukan hanya menangani peristiwa masa lalu
tetapi juga peristiwa yang akan datang.Teori yang berdaya guna adalah yang
memungkinkan dapat dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang
dan menguji prediksi itu.
Tingkah
laku dapat dikontrol (Behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukkan
antisipasi dan menentukan/membentuk (sedikit-banyak) tingkah laku seseorang.
Skinner bukan hanya ingin tahu bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi dia
sangat berkeinginan untuk memanipulasinya. Pandangan ini bertentangan dengan
pandangan tradisional yang menganggap manipulasi sebagai serangan terhadap
kebebasan pribadi. Skinner memandang tingkah laku sebagai produk kondisi
anteseden tertentu, sedangkan pandangan tradisional berpendapat tingkah laku
merupakan produk perubahan dalam diri secara spontan.
Skinner
membedakan perilaku atas :
Ø Perilaku alami (innate behavior),
yang kemudian disebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu
perilaku yang diharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku
yang bersifat refleksif.
Ø Perilaku operan (operant behavior),
yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun
semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan
penguatan.
Skinner
yakin jika ke banyakan perilaku manusia dipelajari lewat Operant Conditioning
atau pengkondisian operant, yang kuncinya adalah penguatan segera terhadap
respons. Operant Conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan.
Skinner
membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan
dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering
digunakan dalam percobaanya.
Dalam
percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor
tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan
akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga
diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor
binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya,
akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk kedalam
Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil melihat-lihat ke
sekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh
tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini
akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan
tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan
penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa
setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikus tersebut akan
sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau
penghilangan dengan menghilangkan penguatannya.
Dalam
eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut
sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun
mempertahankan kemungkinan adanya respon terhadap kemungkinan respon yang
diinginkan. Biasanya yang berupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan
dorongan dasar (basic driver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar
atau air yang dapat menuatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.
Pada
manusia penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi tidak
effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi
yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah
individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan
ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.
Dalam
penguatan tersebut dibedakan antara pengutan positif dan negative :
Penguatan positif adalah stimulus
yang apabila diberikan sesudah terjadinya respon, meningkatkan kemungkinan
respon tersebut.
Respon 1
S (Rangsang) Respon 2 Penguatan
Respon 3
Menjadi
:
S (Rangsang) Respon
2 berulang-ulang
Penguatan negatif adalah stimulus
yang dihapuskan sesudah responnya timbul, meningkatkan kemungkinan adanya
respon; shock elektrik dan bunyi yang menyakitkan digolongkan sebagai penguat
negatif dan sebagai penguat negative jika penguat itu dapat ditiadakan ketika
timbul respon yang diinginkan.
Respon 1 Shock elektrik
S
(Rangsang) Respon2
Respon3 Shock elektrik
Menjadi
:
S (Rangsang) Respon2
Adapun
Jenis-Jenis Penguat Skinner dikategorikan, sebagai berikut :
Ø Penguat utama (Primary reinforcers)
adalah penguat yang memengaruhi perilaku tanpa perlu belajar,
seperti: makanan, minuman, seks. Ini disebut penguat alami.
Ø Penguat sekunder (Secondar
reinforcers). Adalah penguat yang membutuhkan tenaga penguat karena
sudah diasosiasikan dengan penguat utama, seperti memuji seseorang.
Penguatan
dapat dialakukkan kepada perilaku entah melalui jadwal yang berkesinambungan
atau sebentar-sebentar. Dalam jadwal-penguatan-berkesinambungan
(continous schedule), organisme diperkuat untuk setiap responnya. Jenis
penjadwalan ini dapat meningkatkan frekuensi respons sekalipun pemakaian
penguat kadang-kadang tidak efisien. Skinner kemudian mengusulkan jadwal-penguatan sebentar-sebentar
(intermittent schedules) yang bukan hanya lebih effisien menggunakan penguat,
tetapi juga menghasilkan respons yang lebih resisten terhadap pemadaman. Melaui
intermittent schedule Skinner mengidentifikasi dua macam penguatan yaitu
penguatan berjangka (Interval reinforcement ) dan penguatan berbanding ( ratio
reinforcement).
Interval
reinforcement adalah
penguatan yang dijadwalkan atau yang muncul pada interval waktu
yang telah ditentukan. Contoh: seseorang memutuskan untuk memberikan permen
hanya jika orang tersebut tetap diam selama limamenit. Setelah itu
baru diberikan permen, tidak ada penguatan tambahan yang diberikan sampai
berlalu lima menit berikutnya.
Ratio
reinforcement
adalah penguatan yang muncul setelah sejumlah respon tertentu. Contoh:
seseorang akan memberikan permen pada seorang anak apabila anak tersebut
menampilkan perilaku patuh, setelah anak tersebut patuh kemudian diberikan
permen tersebut dan terus seperti itu sehingga anak tersebut benar-benar patuh.
Penjadwalan tersebut terbagi lagi menjadi 4 jenis penguatan jadwal,
yakni :
Ø Rasio tetap (Fixed ratio), dimana
penguatan tergantung pada sejumlah respon yang terbatas. Artinya, mengatur
pemberian reinforcement sesudah respon yang dikehendaki muncul yang kesekian
kalinya. Misalnya, Pekerja
diberikan bonus apabila mampu menghasilkan produk sesuai target dengan kualitas
produk yang sesuai dengan standar (mampu mengikuti prosedur)
Tujuan, membentuk perilaku bekerja yang efektif dan dengan tetap memperhatikan kualitas.
Tujuan, membentuk perilaku bekerja yang efektif dan dengan tetap memperhatikan kualitas.
Ø Rasio yang dapat berubah (variable
ratio), dimana sejumlah respon yang dibutuhkan untuk penguatan yang berbeda-berbeda
dari satu penguatan ke penguatan berikutnya. Misalnya, Pemberian bonus pada pekerja dilakukan secara acak yakni
pada periode tertentu pekerja diberikan bonus apabila mampu memberikan performa
kerja yang ramah dan menghasilkan produk berjumlah 1000 unit, namun pada periode
yang lain pekerja diberikan bonus apabila telah mampu menghasilkan produk 2000
unit, dan pada waktu yang lain pekerja mendapatkan bonus saat mampu menghasilkan
produk 2500 unit.
Tujuan, membentuk perilaku bekerja dengan tidak selalu bergantung kepada bonus karena bonus akan diberikan sewaktu-waktu sehingga pekerja cenderung akan menampilakan performa kerjanya yang paling maksimal.
Tujuan, membentuk perilaku bekerja dengan tidak selalu bergantung kepada bonus karena bonus akan diberikan sewaktu-waktu sehingga pekerja cenderung akan menampilakan performa kerjanya yang paling maksimal.
Ø Interval tetap (fixed interval),
dimana suatu respon menghasilkan penguatan setelah jangka waktu tertentu
(khusus).Misalnya, Ujian tengah
semester diberikan pada pertengahan semester (waktu telah ditentukan).
Mahasiswa akan belajar lebih sungguh-sungguh saat menjelang ujian agar mendapat
nilai yang baik. Tujuan,
membentuk perilaku belajar.
Ø Interval yang dapat berubah
(variable interval) dimana penguatan tergantung pada waktu dan suatu
respon, tetapi waktu antara penguatan berbeda-beda. Artinya, reinforcement
diberikkan dalam waktu yang tidak menentu, tetapi jumlah atau rata-rata penguat
yang diberikkan sama dengan pengaturan tetap. Misalnya, dosen yang memberikan kuis tiba-tiba dalam perkuliahan sehingga
mahasiswa diharapkan selalu belajar agar apabila diadakan kuis mendadak mereka
akan siap dan dapat meraih nilai yang baik . Tujuan,
membentuk perilaku belajar mahasiswa.
Fixed
Ratio
Ratio
Variable Ratio
Reinfocement
Fixed
interval
Interval
Variable
Interval
Kondisi-Kondisi
Batin
Meskipun
menolak penjelasan tentang perilaku berdasarkan konstrak hipotetis yang tidak
bisa diamati namun, skinner tidak menyangkal keberadaan kondisi-kondisi batin,
seperti rasa cinta, rasa cemas, atau rasa takut. Kondisi batin dapat dipelajari
seperti perilaku laninnya tapi, pengobservasiannya memang agak terbatas. Dalam
surat pribadinya Skinner menulis, "Saya yakin agak mustahil membicarakkan peristiwa-peristiwa
peribadi, apa lagi menuliskan batas-batas akurat untuk menelitinya. Saya yakin
dari sinilah makna 'tidak bisa diamati' muncul". Apakah peranan
kondisi-kondisi batin tersebut??
1.
Kesadaran
diri
Skinner
yakin bahwa manusia bukan hanya memiliki kesadaran tetapi juga sadar akan
keberadaan kesadaran tersebut. Mereka tidak hanya sadar akan lingkungannya tetapi
sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan tersebut.
Perilaku
adalah fungsi dari lingkungan, dan bagian dari lingkungan itu sendiri. Fungsi
universal ini khas milik seseorang dan karenanya bersifat peribadi.
2.
Dorongan-dorongan
Bagi Skinner, dorongan dapat memperlihatkan efek-efek dari kondisi kekurangan
dan keberlilmpahan, dan kepada probabilitas bahwa organisme akan meresponnya. Terhadap
kondisi lapar 'kekurangan' seseorang dapat meningkatkan kesukaan pada makanan;
terhadap kondisi kekenyangan 'keberlimpahan', seseorang dapat mengurangi
seseorang pada makanan. Faktor-faktor lain yang meningkatkan atau menurunkan
probabilitas makan adalah kondisi lapar ketersediaan yang bisa diamati secara
internal, ketersediaan makanan dan pengalaman sebelumnya dengan makanan sebagai
penguat.
3.
Emosi
Skinner mengakui keberadaan emosi-emosi subjektif namun, dia menekankan bahwa
perilaku tidak harus diletakkan padanya. Skinner menerima keberadaan emosi
berdasarkan kebutuhan kuat terhadap perjuangan mempertahankan hidup dan
kebutuhan kuat terhadap penguatan. Disepanjang millennia, individu yang paling
berani melawan rasa takut atapun rasa marah adalah orang-orang yang sanggup
melepaskan diri dan menaklukkan bahaya, karena itu dapat menurunkan ciri-ciri
itu kepada keturunannya anaknya.
4.
Tujuan
dan Niat
Skinner mengakui konsep tujuan dan niat, namun lagi-lagi dia tidak setuju jika
kita melekatkan perilaku kepadanya. Tujuan dan niat hadir dalam diri bukan
factor utama yang mengarahkan perilaku ke luar melainkan berfungsi sebagai
penguat. Tujuan dapat menjadi pengauat. Contohnya, jika anda percaya
tujuan melakukan jogging adalah menjadi sehat dan hidup lama. Dari sini kita
akan berjoging lantaran tujuan sudah menjadi stimulus penguat. Apalagi ketika
kita mendapatkan manfaat dari jogging itu atau menjelaskan alas an berjoging
kepada mereka yang tidak melakukannya.
Yang
disebut dengan tujuan atau niat adalah stimuli yang dirasakan secara fisik
dalam diri organism, bukannya peristiwa-peristiwa mental yang memunculkan
perilaku tertentu.
5.
Perilaku
komnpleks
Perilaku manusia dapat terus bergerak menjadi kompleks namun, Skinner percaya
bahkan perilaku yang paling abstrak dan kompleks dibentuk oleh seleksi
alam, evolusi budaya, atau sejarah penguatan individu.
Sekali
lagi Skinner tidak menyangkal keberadaan proses-proses mental lebih tinggi
seperti kognitif, rasio, dan rekoleksi namun dia juga tidak mengabaikan
perilaku kompleks manusia, seperti kreativitas, perilaku yang tidak disadari,
mimpi, dan perilaku sosial.
6.
Psikoterapi
Skinner mengklaimbahwa psikoterapi tradisonal merupakan salah satu penghalang utama
psikologimenjadi ilmiah. Namun gagasannya tetang membentuk perilaku bukan hanya
memilikipengaruh signifikan bagi terapi perilaku, tetapi meluas sampai
deskripsibagaimana semestinya terapi bekerja.
Para
terapis behavioristik sudah mengembangkan beragam teknik selama bertahun-tahun,
kebanyakan didasarkan kepada pengondisian operan meskipun beberapa dibangun
dengandisekitar prinsip pengondisian klasik (responden). Pada umumnya, para
terapis behavioral ini berperan aktif dalam proses perawatan, memfokuskan diri
pada konsekuensi positif perilaku tertentu dan efek-efek yang tidak dikehendaki
olehorang lain, dan yakin kalau perilaku dalam hangka waktu tertentu akan menghasilkan
penguatan positif.
Pembentukan
perilaku apapun memerlukan waktu, dan perilaku terapi tanpa terkecuali. Seorang
terapis membentuk perilaku yang diinginkan dengan memperkuat perubahan perilaku
menjadi lebih baik. Terapis non behavioral mungkin akan memengaruhi perilaku secara
kebetulan atau tanpa diketahui, sedangkan terapis behavioral secara khusus
memfokuskan diri kepada tekhnik ini (Skinner,1953).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Teori Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan
pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberirespon terhadap lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka.
Dari sudut pandang behaviorisme, belajar dipandang
sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus -
respons (S-R), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap
stimulus yang datang dari luar. Proses S-R terdiri dari empat unsure yakni
Ø Dorongan
(Drive)
Ø Rangsangan
(Stimulus)
Ø Respons
Ø penguatan (Reinforcement)
Adapun teori teori behaviorisme
yang dikemukakan oleh pakar behaviour yakni terdiri dari :
Ø Teori
Pengkondisian Klasikal Dari Pavlov
Ø Teori Connectionism Dari Thorndike
Ø Prinsip Belajar Skinners
3.2 Saran
Saya menyarankan kepada pembaca sekalian agar anda
lebih memperlajari teori teori yang berkaitan dengan proses pembelajaran
sehingga kita bisa mengetahui bagaimana proses belajar seseorang yang baik.
Selain itu kita dapat memeroleh manfaat tersendiri sebagai bekal ilmu untuk
masa depan nanti.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar