Jumat, 16 Maret 2012

Behaviorisme

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Teori behavioristik Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahllaku adalah hasil belajar.
Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan  oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt.
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang di inginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah,tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme mulai ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan teori belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu pun teori belajar yang betul-betul cocok  untuk menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana pembelajaran dalam pandangan Behaviorisme?
1.2.2   Bagaimana teori-teori behaviorisme menurut tokoh-tokoh behaviorisme?

1.3    Tujuan
*        Untuk memahami bagaimana belajar dalam pandangan behaviorisme,serta untuk memahami teori-teori behaviorisme menurut tokoh-tokoh behaviorisme.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1     Belajar Dalam Pandangan Behaviorisme
Teori belajar menyatakan hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar. Teori-teori belajar menerangkan tentang apa yang terjadi selama, siswa belajar. Patrick (Gredler 1991) mengemukakan bahwa terdapat empat fungsi umum teori, yang juga berlaku untuk teori belajar, yakni :
1.    Berguna sebagai kerangka kerja untuk melakukan penelitian
2.    Memberikan suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian butir-butir informasi tertentu
3.    Dapat mengungkapkan kekompleksan peristiwa-peristiwa yang kelihatannya sederhana
4.    Mengorganisasikan kembali pemngalaman-pengalaman sebelumnya.
Pemikiran tentang belajar telah lama menjadi perhatian para ahli,tetapi baru mendapat rumusan secara jelas pada jaman scholastik.penelitian tentang belajar kemudian dilakukan oleh para ahli psikologi daya dan diteruskan oleh ahli psikologi asosiasi. Para ahli tersebut mengemukakan rumusan tentang belajar dengan cara-cara yang bersifa spekulatif, tidak di dasarkan pada pandangan empiris.
Dari sudut pandang behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus - respons (S-R), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses S-R terdiri dari empat unsur. Pertama, dorongan (drive). Siswa merasakan adanya kebutuhan terhadap sesuatu dan kemudian terdorong untuk berupaya memenuhi kebutuhan tersebut. Kedua, rangsangan (stimulus), yaitu sesuatu yang diberikan atau diperhadapkan kepada siswa. Ketiga, respons yakni suatu reaksi yang muncul pada diri siswa sebagai akibat adanya (diberikannya) stimulus. Dan ke empat penguatan (reinforcement), yaitu tindakan yang perlu diberikan kepada siswa agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons lagi.
Behaviorisme menekankan pada hasil belajar (berupa perubahan tingkah laku), dan tidak memperhatikan pada proses berfikir siswa (karena tidak dapat dilihat). Oleh karena itu, Galloway (1976), menganggap proses belajar menurut behaviorisme sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi didalam diri siswa selama belajar berlangsung.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

2.2    Teori-Teori Behaviorisme Menurut Tokoh
2.2.1   Teori Pengkondisian Klasikal Menurut Pavlov
Ivan Petrowitsj Pavlov (1849-1936) adalah seorang ahli fisiologi rusia. Sejak tahun 1890 dia mengajarkan farmakologi dan kemudian fisisologi pada universitety leningrad di rusia. Buku-bukunya yang terkenal diantaranya experimental psychology and psychopathology in animal (1903), dan conditional reflexes (1927). Pavlov memperkenalkan teorinya yang dikenal dengan nama pengkondisian klasikal (clasical conditioning). Teori ini dikembangkan melalui eksperimen Pavlov, dkk dengan menggunakan seekor anjing yang telah dioperasi pipinya sehingga bagian kelenjar liurnya dapat dilihat dari kulit luarnya. Sebuah kapsul dipasang dipipinya untuk mengukur aliran liurnya.
Laboratorium diatur sedemikian rupa sehingga bubuk daging dapat diisi pada panci dihadapan anjing tersebut dengan remote control. Pengeluaran air liur direkam secara otomatis. Pada tahap awal (sebelum pengkondisian), lampu dinyalakan. Anjing terlihat bergerak sedikit tetapi tidak mengeluarkan air liur. Kemudian kepada anjing tersebut diberikan serbuk daging dan sambil makan terlihat air liur anjing tersebut keluar. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi (ST) dan air liur disebut respons tidak terkondisi (RT). Terjadinya respons ini bukan karena proses belajar tetapi karena insting anjing.
Tahap berikutnya sebelum memberikan serbuk daging, lampu dinyalakan. Dengan mengulangi kondisi ini berulang kali terlihat bahwa pada saat lampu dinyalakan dan dilanjutkan dengan pemberian serbuk daging, air liur anjing tetap keluar. Selanjutnya, pada percobaan berikutnya lampu dinyalakan tetapi serbuk daging tidak diberikan. Ternyata bahwa air liur anjing tetap keluar. Cahaya yang semula merupakan stimulus netral, sekarang berubah menjadi stimulus terkondisi (SD), dan respons yang ditimbulkan disebut respons terkondisi (RD).
Melalui eksperimen ini pavlov, dkk menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku. Suatu stimulus tidak terkondisi (ST) akan mengakibatkan munculnya respons tidak terkondisi (RT).
                                                ST                                            RT
Beberapa hukum yang berkaitan dengan teori classical conditioning dari Pavlov (atkinson, et al, 1997) adalah sebagai berikut :
a.     Pemerolehan
Pemberian stimulus yang tidak terkondisi (ST) bersama-sama dengan stimulus terkondisi (SD) disebut percobaan (Trial) dan periode selama organisme belajar mengasosiasikan kedua stimuli disebut sebagai ”pemerolehan pengkondisian” (acquisition stage of conditioning). Intrval waktu penyajian ST dan SD dapat saja berbeda. Melalui penyajian ST dan SD ini akan mengakibatkan terbentuknya respons terkondisi (RD). Dengan terbentuknya RD yang memang diharapkan maka dapat dikatakan bahwa seseorang telah belajar. Pembentukan RD ini pada umumnya bersifat gradual. Makin banyak (sering) diberikan ST dan SD akan mengakibatkan RD yang terbentuk makin mantap, sampai pada suatu saat tanpa diberikan ST, tetap akan terbentuk RD yang diharapkan
b.   Pemunahan (extinction).
Bila perilaku terkondisi tidak diteruskan atau bila stimulus terkondisi berulang-ulang tidak diberikan, maka respons terkondisi kadarnya makin menurun dan akhirnya dapat menghilang sama sekali. Pengulangan stimulus terkondisi tanpa penguatan stimulus tidak terkondisi ini disebut sebagai pemunahan (extinction), yakni proses hilangnya respons yang diharapkan. Jika diberikan ST kembali maka RD yang telah hilang dapat muncul kembali (spontaneous recovery) dalam waktu yang relative singkat.
c.   Generalisasi (generalization)
Bila respons terkondisi (RD) di peroleh sebagai tanggapan atas suatu stimulus tertentu, maka stimulus lain yang sejenis (serupa), akan menyebabkan terjadinya RD tersebut. Makin serupastimulus baru tersebut dengan stimulus aslinya, makin tinggipula terjadinya RD tersebut. Prinip ini disibut sebagai generalisasi (generalization). Prinsip ini menerangkan akan adanya kemampuan untuk bereaksi pada situasi baru sepanjang satimulus serupa dengan stimulus yang dikenal.
Volvoka psikolog rusia memberikan contoh menarik tentang pengkondisian semantik dan generalisasi. Volvoka melakukan modifikasi percobaan pavlov pada anak-anak. ST-nya berupa sari buah ”cranberry”yang di berikan k mulut anak melalui ’chute’; responsnya berliur. SD-nya berupa kata rusia yang bararti ’baik’ yang di ucapkan peneliti dengan keras. Setelah pengkondisian terjadi,peneliti menguji generalisasi dengan mengucapkan beberapa kalimat yang dapat di tafsirkan sebagai sesuatu yang berkonotasi ’baik’ dan beberapa kalimat yang tidak. Volvoka menemukan bahwa anak-anak akan berliur jika mengucapkan kalimat seperti ”pionir itu membantu kawannya”, dan ”leningrat adalah kota yang indah”. Tetapi mereka tidak berliur bila mendengar ”murid itu kurang ajar pada gurunya”, dan ”teman saya sakit parah” (atkinson, dkk,1997).
d.  Diskriminasi (Discrimination)
Generalisasi merupakan reaksi atas stimulus yang sejenis (serupa). Sebaliknya diskriminasi merupakan reaksi terhadap stimulus yang berbeda. Menurut Morgan,et al. (1986), diskriminasi stimuli merupakan suatu proses belajar untuk meberikan respons terhadap suatu stimulus tertentu atau tidak memberikan respons sama sekali terhadap stimulus lain. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memberikan ST lain.
Generalisasi dan diskriminasi muncul dalamn perilaku sehari-hari. Anak kecil yang merasa takut pada anjing yang galak, akan memberikan respons yang takut pada semua anjing (generalisasi). Lambsat laun melalui proses penguatan dan peniadaan diferensial, rentang stimulus rasa takut semakin menyempit, hanya pada anjing yang berperilaku galak (diskriminasi).
2.2.2   Teori Konektionisme Menurut Thorndike
Beberapa buku yang terkenal dari Edward Lee Thorndike (1874-1949) adalah animal intellegence (1898),educational psychology (1912), human learning (1931), dan fundamental of learning (1932). Thorndike merupakan guru besar pertama di dunia dalam bidang psikologi pendidikan. Ia menamakan dirinya sebagai sebagai behaviorist, tetapi karena behavirismenya dilunakkan, beberapa behaviorist radikal tidak mengakuinya sebagai pengikut aliran behaviorisme.
Dalam sejumlah eksperimen, Thorendike menempatkan kucing-kucing dalam kotak teka-teki atau kotak masalah (problem box). Kucing yang beberapa hari lamanya tidak di beri makan ditempatkan dalam problem box. Kotak tyersebut di beri pintu yang telah diu sediakan tersebut. Makanan di letakan di luar kotak agar setiap kucing berusaha keluar dari kotaknya untuk memperoleh makanan. Segera aetelah kucing melihat makanan tersebut, ia mulai mencoba-coba lari kesana-kemari, memanjat kurungan, mencakar, menggigit kotak,menjulur kaki dan kepala melalui ruji-ruji kotak, dan sebagainya. Thorndike mengamati bahwa setelah selang waktu tertentu, kucing-kucing tersebut dapat mempelajari cara mengeluarkan diri lebih cepat dari kotaknya. Mereka mengulangi perilaku yang efektif dan tidak mengulangi perilaku yang tidak efektif.
Thorndike juga melakukan eksperimen dengan menggunakan kera. Thorndike meletakan kotok yang berisi pisang dalam kurungan. Untuk dapat mengambil pisang tersebut, kera harus terlebih dahulu mencabut paku penjepit kawat. Pada percobaannya yang pertama, kera membutuhkan waktu 36 menit untuk mencabut paku penjepit kawat. Tetapi pada percobaan kedua, ternyata hanya di butuhkan waktu 2 menit 30 detik.
Thorndike menerangkan perilaku kucing dan kera tersebut secara mekanistis. Jika suatu reaksi berhasil maka hubungan di antara reaksi tersebut dengan kondisi yang memberikan rangsangan akan di perkuat. Asosiasi-asosiasi yang berhubungan dengan reaksi-reaksi yang gagal makin lama makin lemah, yakni reaksi yang gagal tersebut tidak muncul lagi.
Thorndike mengemukakan teorinya yang di sebut sebagai koneksionisma (Connectionism). Menurut teori ini, belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung pada prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi tersebut menutut Thorndike berdasarkan hukum-hukum sebagai berikut :
a.    Hukum kesiapan (law of readiness)
Hukum ini menjelaskan kesiapan individu untuk melakukan sesuatu. Ciri-ciri berlakunya hukum kesiapan adalah sebagai berikut :
Ø Misalnya seseorang memiliki kecenderungan bertindak. Orang tersebut bertindak, maka akan menimbulkan kepuasan, dan tindakan lain tidak di lakukan.
Ø Misalkan seseorang tidak memiliki kecenderungan bertindak. Orang tersebut tidak bertindak, maka akan muncul rasa tidak puas, dan ia akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk menghapus rasa tidak puasnya.
Ø Misalkan seseorang tidak mempunyai kecenderungan bertindak, tetapi orang tersebut bertindak, maka akan muncul rasa tidak puas, dan ia akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk menghapus rasa tidak puasnya.
Menurut hukum ini, keberhasilan individu dalam melaksanakan sesuatu sangat tergantung pada kesiapannya.belajar akan berhasil jika siswa telah siap dalam belajar.
b.     Hukum Latihan (law of exercises)
Hukum ini menunjukan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Bila S diberikan akan trerjadi R. Lebih sering asosiasi S dan R di gunakan akan membuat hubungan yang terajadi semakin kuat. Sebaliknya makin jarang asosiasi S dan R digunakan, akan membuat hujbungan tersebut makin lemah. Thorndike juga mengemukakan bahwa latihan yang berupa pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif. Asosiasi antara S dan R hanya akan menjadi kuat jika di berikan ganjaran.
c.     Hukum pengaruh (law of effect)
Menurut hukum ini, dalam suatu lingkungan,jika suatu tindakan (perilaku) menghasilkan perubahan yang memuaskan, maka terdapat kemungkinan tindakan tersebut akan diulangi lagi dalam situasi serupa dan akan semakin meningkat intensititasnya. Tetapi jika tindakan (perilaku) tersebut menghasilkan perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan tersebut kemungkinan tidak diulangi lagi.
Ganjaran dan hukuman berkaitan dengan hukum pengaruh ini. Ganjaran merupakan suatu yang diperoleh siswa atas keberhasilan atau usaha yang dilakukannya. Misalnya, nilai baik yang diperoleh pada hasil tesnya. Sedangkan hukuman berkaitan dengan sesuatu yang diperoleh siswa sebagai akibat dari kegagalan atau pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, nilai jelek atau teguran kepada siswa atas hasil tesnya. Menurut thorndike, hukuman tidak selalu melemahkan hubungan S-R, dan juga tidak mempunyai akibat yang berlawanan dengan ganjaran.
Menurut Hudoyo (1988), jika S dan R terjadi serentak, maka hubungan ini disebut sebagai kontingusi. Ganjaran menjadi penguat, jika rasa puas mengiringi respons siswa. Disamping itu juga ada kecenderungan meningkatkan R dan hal ini dapat memudahkan dan memperlancar cara belajar serta mengubah tingkah laku. Misalnya ucapan seperti : ”bagus”, ”benar”, dan sebagainya merupakan penguatan. Respons-respon yang diperkuat akan berorientasi dengan stimulus secara kuat, sedangkan respons-respons yang tidak diperkuat akan berkurang asosiasinya dengan stimulus berikutnya.
2.2.3   Teori Operant Conditioning Menurut B.F Skinner
Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi asumsi psikologi pada umumnya, bahkan menjadi merupakan asumsi semua pendekatan ilmiah.
*       Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (behavior ofl awful). Ilmu adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain.
*       Tingkah laku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya menjelaskan, tetapi juga meramalkan. Bukan hanya menangani peristiwa masa lalu tetapi juga peristiwa yang akan datang.Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu.
*       Tingkah laku dapat dikontrol (Behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukkan antisipasi dan menentukan/membentuk (sedikit-banyak) tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya ingin tahu bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi dia sangat berkeinginan untuk memanipulasinya. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan tradisional yang menganggap manipulasi sebagai serangan terhadap kebebasan pribadi. Skinner memandang tingkah laku sebagai produk kondisi anteseden tertentu, sedangkan pandangan tradisional berpendapat tingkah laku merupakan produk perubahan dalam diri secara spontan.
Skinner membedakan perilaku atas :
Ø   Perilaku alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yang diharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yang bersifat refleksif.
Ø   Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.
Skinner yakin jika ke banyakan perilaku manusia dipelajari lewat Operant Conditioning atau pengkondisian operant, yang kuncinya adalah penguatan segera terhadap respons. Operant Conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakan dalam percobaanya.
Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk kedalam Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil melihat-lihat ke sekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikus tersebut akan sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan menghilangkan penguatannya.

     





Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan  adanya respon terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yang berupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basic driver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang dapat menuatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.
Pada manusia penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.
Dalam penguatan tersebut dibedakan antara pengutan positif dan negative :
*   Penguatan positif adalah stimulus yang apabila diberikan sesudah terjadinya respon, meningkatkan kemungkinan respon tersebut.


 Respon 1
                          
S (Rangsang)                                       Respon 2                                 Penguatan
                          
 Respon 3
Menjadi :

S (Rangsang)                                      Respon 2 berulang-ulang

*   Penguatan negatif adalah stimulus yang dihapuskan sesudah responnya timbul, meningkatkan kemungkinan adanya respon; shock elektrik dan bunyi yang menyakitkan digolongkan sebagai penguat negatif dan sebagai penguat negative jika penguat itu dapat ditiadakan ketika timbul respon yang diinginkan.

 Respon 1                                Shock elektrik
                            
S (Rangsang)                                       Respon2
                           
 Respon3                                 Shock elektrik
Menjadi :

S (Rangsang)                                      Respon2

Adapun Jenis-Jenis Penguat Skinner dikategorikan, sebagai berikut :
Ø  Penguat utama (Primary reinforcers) adalah  penguat yang memengaruhi perilaku tanpa perlu belajar, seperti: makanan, minuman, seks. Ini disebut penguat alami.
Ø  Penguat sekunder (Secondar reinforcers). Adalah penguat yang membutuhkan  tenaga penguat karena sudah diasosiasikan dengan penguat utama, seperti memuji seseorang.
Penguatan dapat dialakukkan kepada perilaku entah melalui jadwal yang berkesinambungan atau sebentar-sebentar. Dalam jadwal-penguatan-berkesinambungan (continous schedule), organisme diperkuat untuk setiap responnya. Jenis penjadwalan ini dapat meningkatkan frekuensi respons sekalipun pemakaian penguat kadang-kadang tidak efisien. Skinner kemudian mengusulkan jadwal-penguatan sebentar-sebentar (intermittent schedules) yang bukan hanya lebih effisien menggunakan penguat, tetapi juga menghasilkan respons yang lebih resisten terhadap pemadaman. Melaui intermittent schedule Skinner mengidentifikasi dua macam penguatan yaitu penguatan berjangka (Interval reinforcement ) dan penguatan berbanding ( ratio reinforcement).
Interval reinforcement adalah penguatan  yang dijadwalkan  atau  yang muncul pada interval waktu yang telah ditentukan. Contoh: seseorang memutuskan untuk memberikan permen  hanya jika orang tersebut  tetap diam  selama limamenit. Setelah itu baru diberikan permen, tidak ada penguatan tambahan yang diberikan sampai berlalu lima menit berikutnya.
Ratio reinforcement adalah penguatan yang muncul setelah sejumlah respon tertentu. Contoh: seseorang akan memberikan permen pada seorang anak apabila anak tersebut menampilkan perilaku patuh, setelah anak tersebut patuh kemudian diberikan permen tersebut dan terus seperti itu sehingga anak tersebut benar-benar patuh.
Penjadwalan tersebut terbagi lagi menjadi 4 jenis penguatan jadwal, yakni :
Ø Rasio tetap (Fixed ratio), dimana penguatan tergantung pada sejumlah respon yang terbatas. Artinya, mengatur pemberian reinforcement sesudah respon yang dikehendaki muncul yang kesekian kalinya. Misalnya, Pekerja diberikan bonus apabila mampu menghasilkan produk sesuai target dengan kualitas produk yang sesuai dengan standar (mampu mengikuti prosedur)
Tujuan, membentuk perilaku bekerja yang efektif dan dengan tetap memperhatikan kualitas.
Ø Rasio yang dapat berubah (variable ratio), dimana sejumlah respon yang dibutuhkan  untuk penguatan yang berbeda-berbeda dari satu penguatan ke penguatan berikutnya. Misalnya, Pemberian bonus pada pekerja dilakukan secara acak yakni pada periode tertentu pekerja diberikan bonus apabila mampu memberikan performa kerja yang ramah dan menghasilkan produk berjumlah 1000 unit, namun pada periode yang lain pekerja diberikan bonus apabila telah mampu menghasilkan produk 2000 unit, dan pada waktu yang lain pekerja mendapatkan bonus saat mampu menghasilkan produk 2500 unit. 
Tujuan, membentuk perilaku bekerja dengan tidak selalu bergantung kepada bonus karena bonus akan diberikan sewaktu-waktu sehingga pekerja cenderung akan menampilakan performa kerjanya yang paling maksimal. 
Ø Interval tetap (fixed interval), dimana  suatu respon menghasilkan penguatan setelah jangka waktu tertentu (khusus).Misalnya, Ujian tengah semester diberikan pada pertengahan semester (waktu telah ditentukan). Mahasiswa akan belajar lebih sungguh-sungguh saat menjelang ujian agar mendapat nilai yang baik. Tujuan, membentuk perilaku belajar.  
Ø Interval yang dapat berubah (variable interval) dimana penguatan tergantung pada waktu dan  suatu respon, tetapi waktu antara penguatan berbeda-beda. Artinya, reinforcement diberikkan dalam waktu yang tidak menentu, tetapi jumlah atau rata-rata penguat yang diberikkan sama dengan pengaturan tetap. Misalnya, dosen yang memberikan kuis tiba-tiba dalam perkuliahan sehingga mahasiswa diharapkan selalu belajar agar apabila diadakan kuis mendadak mereka akan siap dan dapat meraih nilai yang baik . Tujuan, membentuk perilaku belajar mahasiswa.
Fixed Ratio
Ratio
Variable Ratio
                    
Reinfocement
                   
Fixed interval
Interval
Variable Interval
Kondisi-Kondisi Batin
Meskipun menolak penjelasan tentang perilaku berdasarkan konstrak hipotetis yang tidak bisa diamati namun, skinner tidak menyangkal keberadaan kondisi-kondisi batin, seperti rasa cinta, rasa cemas, atau rasa takut. Kondisi batin dapat dipelajari seperti perilaku laninnya tapi, pengobservasiannya memang agak terbatas. Dalam surat pribadinya Skinner menulis, "Saya yakin agak mustahil membicarakkan peristiwa-peristiwa peribadi, apa lagi menuliskan batas-batas akurat untuk menelitinya. Saya yakin dari sinilah makna 'tidak bisa diamati' muncul". Apakah peranan kondisi-kondisi batin tersebut?? 

1.    Kesadaran diri
Skinner yakin bahwa manusia bukan hanya memiliki kesadaran tetapi juga sadar akan keberadaan kesadaran tersebut. Mereka tidak hanya sadar akan lingkungannya tetapi sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan tersebut.
Perilaku adalah fungsi dari lingkungan, dan bagian dari lingkungan itu sendiri. Fungsi universal ini khas milik seseorang dan karenanya bersifat peribadi. 
2.     Dorongan-dorongan
       Bagi Skinner, dorongan dapat memperlihatkan efek-efek dari kondisi kekurangan dan keberlilmpahan, dan kepada probabilitas bahwa organisme akan meresponnya. Terhadap kondisi lapar 'kekurangan' seseorang dapat meningkatkan kesukaan pada makanan; terhadap kondisi kekenyangan 'keberlimpahan', seseorang dapat mengurangi seseorang pada makanan. Faktor-faktor lain yang meningkatkan atau menurunkan probabilitas makan adalah kondisi lapar ketersediaan yang bisa diamati secara internal, ketersediaan makanan dan pengalaman sebelumnya dengan makanan sebagai penguat.
3.    Emosi
        Skinner mengakui keberadaan emosi-emosi subjektif namun, dia menekankan bahwa perilaku tidak harus diletakkan padanya. Skinner menerima keberadaan emosi berdasarkan kebutuhan kuat terhadap perjuangan mempertahankan hidup dan kebutuhan kuat terhadap penguatan. Disepanjang millennia, individu yang paling berani melawan rasa takut atapun rasa marah adalah orang-orang yang sanggup melepaskan diri dan menaklukkan bahaya, karena itu dapat menurunkan ciri-ciri itu kepada keturunannya anaknya.
4.    Tujuan dan Niat
       Skinner mengakui konsep tujuan dan niat, namun lagi-lagi dia tidak setuju jika kita melekatkan perilaku kepadanya. Tujuan dan niat hadir dalam diri bukan factor utama yang mengarahkan perilaku ke luar melainkan berfungsi sebagai penguat. Tujuan dapat menjadi pengauat. Contohnya,  jika anda percaya tujuan melakukan jogging adalah menjadi sehat dan hidup lama. Dari sini kita akan berjoging lantaran tujuan sudah menjadi stimulus penguat. Apalagi ketika kita mendapatkan manfaat dari jogging itu atau menjelaskan alas an berjoging kepada mereka yang tidak melakukannya.
Yang disebut dengan tujuan atau niat adalah stimuli yang dirasakan secara fisik dalam diri organism, bukannya peristiwa-peristiwa mental yang memunculkan perilaku tertentu.
5.    Perilaku komnpleks
       Perilaku manusia dapat terus bergerak menjadi kompleks namun, Skinner percaya bahkan perilaku yang paling abstrak  dan kompleks dibentuk oleh seleksi alam, evolusi budaya, atau sejarah penguatan individu.
Sekali lagi Skinner tidak menyangkal keberadaan proses-proses mental lebih tinggi seperti kognitif, rasio, dan rekoleksi namun dia juga tidak mengabaikan perilaku kompleks manusia, seperti kreativitas, perilaku yang tidak disadari, mimpi, dan perilaku sosial.
6.    Psikoterapi
      Skinner mengklaimbahwa psikoterapi tradisonal merupakan salah satu penghalang utama psikologimenjadi ilmiah. Namun gagasannya tetang membentuk perilaku bukan hanya memilikipengaruh signifikan bagi terapi perilaku, tetapi meluas sampai deskripsibagaimana semestinya terapi bekerja.
      
Para terapis behavioristik sudah mengembangkan beragam teknik selama bertahun-tahun, kebanyakan didasarkan kepada pengondisian operan meskipun beberapa dibangun dengandisekitar prinsip pengondisian klasik (responden). Pada umumnya, para terapis behavioral ini berperan aktif dalam proses perawatan, memfokuskan diri pada konsekuensi positif perilaku tertentu dan efek-efek yang tidak dikehendaki olehorang lain, dan yakin kalau perilaku dalam hangka waktu tertentu akan menghasilkan penguatan positif.
Pembentukan perilaku apapun memerlukan waktu, dan perilaku terapi tanpa terkecuali. Seorang terapis membentuk perilaku yang diinginkan dengan memperkuat perubahan perilaku menjadi lebih baik. Terapis non behavioral mungkin akan memengaruhi perilaku secara kebetulan atau tanpa diketahui, sedangkan terapis behavioral secara khusus memfokuskan diri kepada tekhnik ini (Skinner,1953).













BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Teori Behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan.Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Dari sudut pandang behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus - respons (S-R), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses S-R terdiri dari empat unsure yakni
Ø  Dorongan (Drive)
Ø  Rangsangan (Stimulus)
Ø  Respons
Ø   penguatan (Reinforcement)
            Adapun teori teori behaviorisme yang dikemukakan oleh pakar behaviour yakni terdiri dari :
Ø  Teori Pengkondisian Klasikal Dari Pavlov
Ø  Teori Connectionism Dari Thorndike
Ø  Prinsip Belajar Skinners

3.2  Saran
Saya menyarankan kepada pembaca sekalian agar anda lebih memperlajari teori teori yang berkaitan dengan proses pembelajaran sehingga kita bisa mengetahui bagaimana proses belajar seseorang yang baik. Selain itu kita dapat memeroleh manfaat tersendiri sebagai bekal ilmu untuk masa depan nanti.


DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar